Masih teringat satu tahun lalu.
Ketika kita dipertemukan di sebuah keluarga kecil. Ya, tidak salah lagi saat
aku dan kamu berada dalam kelas yang sama.
Sebenarnya
hal itu memang bukan benar-benar awal aku mengenalmu. Saat itupun aku menganggapmu
sama seperti yang lain. Sekedar ‘teman’ biasa, tidak lebih sama sekali. Kita
biasa bercanda namun menurutku candaan itu masih dalam taraf yang wajar sebagai
seorang teman.
Sampai
pada beberapa bulan yang lalu semua berubah. Ya, tepat sekali, aku merasa kita
semakin masuk ke dalam zona nyaman. Aku merasa nyaman akan semua perhatian yang
kau tujukan kepadaku. Kamu mampu membuat aku kehilangan sesuatu di hari-hariku
bila kamu tak ada kabar. Kamu mampu mengubah irama jantungku saat aku
melihatmu. Kamu mampu membuat aku tersenyum ketika aku marah hanya dengan
berkata “Laaang. . . sabar”. Saat itu
benar-benar saat dimana aku menjadi bersemangat menyiapkan event kelas kita.
Lelahku seperti hilang ketika mendengar “aku pulang duluan ya. . .” lalu dilanjutkan
dengan melihat senyummu. Mungkin pada saat itu aku hanya menjawab “Yaa”, namun
taukah kamu? Batinku merasa sangat senang. Aku merasa bahwa aku mempunyai nilai
lebih dimatamu.
Dulu ,
aku memang sering mendengar curhatanmu tentang dia. Akupun saat itu biasa saja.
Namun sekarang berbeda, aku sama sekali tidak ingin mendengar apapun darimu
tentang dia. Aku ingin kamu menghapus dia dari ingatanmu. Aku egois? Yaa, aku
memang merasa begitu. Secara logika memang kita tidak boleh egois, namun
perasaan mengalahkan logika . . .
Ada
istilah “Kita tidak pernah tau kapan
hubungan kita akan berubah arah” . Mulai teman biasa menuju teman dengan
tidak biasa. Namun aku sempat bingung, mengapa kamu berubah disaat aku merasa
bahwa kamu “bukan teman biasa”. Saat itu kondisiku benar-benar serba salah. Aku
ingin menghubungimu, namun respon datarmu berkali-kali mematahkan niat itu.
Bukannya aku berhasil menghilangkan keinginan itu, namun aku tidak ingin
membuatmu unmood . Aku tidak ingin
merusak harimu dengan pesanku yang tidak penting seperti “hay, apa kabar? Jangan lupa makan yaa J” . Namun percayalah aku sangat ingin mengirimkan pesan seperti
itu.
Beberapa
malam yang lalu akhirnya aku mengetahui alasanmu seperti itu. Mengubah perasaan
memang tak semudah mengerjakan ulangan fisika. Dan aku bisa paham kok. Namun
aku pikir yang terbaik saat ini adalah fokus ke UN yang sebentar lagi kita
hadapi. Aku tidak ingin hal ini mengganggu konsentrasimu. Tapi, perasaanku
tidak berubah. Tidak selamanya sesuatu akan terus tidak sehat kan? Pasti ada
waktu dimana hal itu menjadi sehat. Dan kamu terlalu berharga untuk dilepas
tanpa perjuangan.
“aku percaya kita bisa berdua untuk bahagia”
@gilangapt
jiahahaha, ada yang lagi jatuh cinta DOR! :D
BalasHapusCerita ini bukan fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama, sifat, tempat, kejadian, semua meruoakan unsur kesengajaan.
BalasHapus